Blog suka-sukanya Raffa

Selasa, 10 Desember 2013

[Cerpen] Cinta Diujung Pelangi *Special Arthur-Mary Couple

TITLE : Cinta Diujung Pelangi
AUTHOR : Raffa (Re-Post)
GENRE : Romance
RATING : R
CAST : Arthur , Mary , Jeje
CREATED : Jumat, 07 Juni 2013

HARAP MENGIKUTI PERATURAN BLOG UNTUK TIDAK MENCOPAS SEBUAH KARYA. TERIMAKASIH ^^'

*Postingan disini dilindungi tynth.com


          Saat itu musim hujan datang mengguyur kawasan puncak, Bogor. Hujan yang tenang. Tanpa kilat atau badai. Mahakarya Tuhan telah menciptakan butiran demi butiran air, yang memberatkan awan hingga ia jatuh ke bumi. Saat-saat inilah yang paling ditunggu-tunggu Mary. Memainkan air hujan yang jatuh ketangannya. Terduduk manis menonton pemandangan alam yang basah. Kadang Arthur suka marah jika Mary nekat keluar dan berlari-larian di tengah hujan bak anak kecil. Tapi kali ini Mary nampak kalem. Memandangi hujan dibalik jendela.

          "sayang, nonton hujannya masih lama?" tanya Arthur yang entah sejak kapan sudah berada dibelakang Mary.

          "iya, sayang. Tunggu sebentar lagi ya!" jawab Mary tanpa memalingkan pandangannya.

          Ia masih fokus dengan pemandangan didepannya. Sejenak keadaan hening. Hingga hujan berhenti. Menyisakan tetesan hujan yang jatuh dari sela-sela atap dan dedaunan. Dan Mary masih terus menontonnya. Seperti menanti sesuatu.

          "yang, kenapa sih kamu suka banget ngeliatin hujan? Apa yang kamu tunggu?" tanya Arthur kembali memecah keheningan.

          "pelangi!" seru Mary sambil tersenyum sumringah. Membuat Arthur turut melihat apa yang Mary lihat.

          Sebuah pelangi telah terlukis dilangit. Pelangi yang besar dan indah.

          "indah banget ya Ry!" puji Arthur.

          "iya. Ini yang aku suka Thur. Setelah hujan datang pasti selalu ada pelangi yang mendampingi langit. Menakjubkan!" puji Mary.

          Arthur hanya tersenyum simpul. "iya sayang. Aku juga suka." ucapnya seraya membelai lembut rambut Mary dengan tangan kanan. Sementara tangan kirinya meraih sesuatu yang ada dikantungnya. Sebuah kotak berisikan cincin yang akan ia berikan pada pujaan hatinya.

          Apa sekarang waktu yang tepat ya buat bilang ke Mary? Tanya Arthur dalam hati. Perasaannya mencoba untuk menerka keadaan. Apakah ini waktu yang tepat? Pasalnya, selama Arthur berniat untuk melamar Mary, selalu saja ada halangannya. Tidak pernah tepat!

          "sayang, ada satu pertanyaan yang membuat aku bingung." kata Mary kemudian.

          "apa tuh?"

          "kalo pelangi bentuknya setengah lingkaran, berarti ujung pelangi itu ada dimana ya? Kamu tau gak?"

          Arthur bingung harus menjawab pertanyaan yang agak aneh itu dengan apa? Ia hanya menggeleng pelan "emm.. Aku gak tau juga. pelangi itu kan ada banyak. Pasti ujungnya bisa dimana-mana juga lah sayang."

          "hmm.." Mary nampak sedikit kecewa dengan jawaban Arthur. "Saat kita menikah nanti. Aku mau deh kita bisa melaksanakan akad dan resepsi diujung pelangi. Jadi aku bisa liat pelangi lebih dekat dihari membahagiakan kita. Tapi kayanya itu gak mungkin terjadi." Mary tertunduk murung.

          Perkataan Mary membuat Arthur tak tega. Hatinya tergerak saat mendengar kata "gak mungkin terjadi" pada topik pernikahannya. Tidak! Arthur tidak akan mengecewakan Mary. Arthur tidak ingin melihat Mary bersedih. Arthur tidak ingin kata “gak mungkin terjadi” itu benar-benar terjadi.

          Mary bawa-bawa tentang rencana pernikahan kita. Iya! Mungkin ini udah waktunya buat gue... Serunya menggantung dalam hati.

          "Mary, sebenarnya aku..." dikeluarkannya kotak yang sedari tadi ia pegangi dikantung celananya. Ia perlihatkan cincin perak bermahkotakan berlian itu, dan ia pakaikan pada jemari Mary. Sungguh, Mary benar-benar terkesima melihatnya. "...meskipun aku gak tau dimana itu ujung pelangi, tapi kasih aku kesempatan untuk mencarinya! Aku akan buat kamu kagum! Aku janji aku gak akan temuin kamu sebelum aku menemukan tempat pernikahan kita itu. Untuk itu kamu pake dulu cincin ini." sambung Arthur.

          "beneran Thur? Kamu mau nyari tempat itu buat aku?" seru Mary kegirangan.

          Arthur mengangguk pasti. "tapi kamu harus janji sama aku, setelah aku udah nemuin tempatnya, kita bisa langsung nikah! Janji?!" kata Arthur menjulurkan kelingkingnya sebagai bukti perjanjian mereka.

           “Janji!” Kelingking mereka mengait satu sama lain. Kini Mary tersenyum sepuluh kali lipat lebih manis dari biasanya. Senyuman ini... Arthur tak akan mungkin membuat senyum ini hilang dari wajah manis Mary. Ia tak mau mengecewakannya. Ia harus mencarinya!

***

          "Apa? Ujung pelangi?" pekik Jeje bingung, saat sahabat karibnya itu menceritakan soal permintaan ujung pelangi dari Mary.

          "iya Je. Lu bisa gak bantuin gue? Lo kan photografer hebat! Suka motret pemandangan alam. Kalo masalah pelangi, lu udah biasa kan? Ayolah! Please! Bantu gue!" pinta Arthur memelas.

          "Arthuuur... gue kan photografer. Bukan pakar pelangi. Kalo moto pelangi gue emang sering. Tapi kalo ujung pelangi? Gue gak tau deh!" tutur Jeje yang kemudian melanjutkan kegiatan memotret pemandangannya.

           “Ayolah! Je!! Please!!! Bantuin gue cari ujung pelangi buat Mary!! Please!! Lo kan sahabat gue yang paling baiiikkkkk!!!!!!” pinta Arthur tak menyerah.

           “Hmmm...” Jeje menghela nafas lelah. Lalu beralih menatap sahabatnya dari kecil ini. “Oke..oke.. gue bakal bantu lo sebisa mungkin!”

           “Bener? Yeee!! Makasih Je! Lo emang sahabat gue yang paling the best deh!” Arthur memeluk erat sahabatnya itu dengan gembira.

           “A..aduuhh.. lepasss!! Gue gak bisa napaaassss!!!” seru Jeje setengah berteriak.

           “oo..hehe..maaf!” ucap Arthur cekikikan.

***

          Mencari ujung pelangi memang tidak mudah. Bagaimana kalau ujungnya ada diatas bukit? Ditengah kebun teh? Bagaimana kalau pelangi itu sangat besar dan panjang hingga ia hilang sebelum Arthur dan Jeje menemukannya? Lagipula, pelangi kan biasanya tak akan bertahan lama. Bagaimana kalau saat mereka sudah menemukannya, Arthur belum sempat mengajak Mary dan pelangi itu sudah keburu hilang?

          Sedari tadi pertanyaan itulah yang membuat Arthur dan Jeje pusing. Tapi Arthur tetap kekeuh ingin mencarinya untuk Mary. Sahabatnya pun tak kuasa menolak. Iba melihat perjuangan dan pengorbanan seorang Arthur yang berusaha mempersembahkan hadiah terindah untuk hari pernikahan pujaan hatinya. Sebagai sahabat, Jeje hanya dapat mendukung dan membantunya.
         
          Selepas hujan, mereka telah bersiap-siap dengan mobil jeep nya untuk mencari ujung pelangi. Tapi sudah 15 menit perjalanan, pelangi pun tak nampak. Mereka mulai resah.

           “Thur, gimana nih? Harusnya kan pelangi udah ada daritadi.” Sahut Jeje yang kini sedang menyetir.

           “duh, tunggu sebentar lagi deh Je! Nanti pasti pelanginya muncul kok!” kata Arthur meyakini.

          Mereka pun melanjutkan perjalanan. Berjalan tanpa tujuan. Hanya menunggu pelangi, dan mengejarnya saat ia terlihat. Setelah cukup lama mereka berkeliling, akhirnya mereka menemukan pelangi itu.

           “Je! Itu dia pelanginya! Ayo kita kejar! Takut keburu hilang!” tunjuk Arthur dengan antusiasnya.

          Jeje mulai membelokan setirnya kearah pelangi itu. Mereka berusaha mengejarnya sampai keujung. Tapi sayangnya...

           “Ya ampun!!” Jeje terperangah saat melihat didepannya ada sebuah turunan yang sangat terjal (seperti jurang, hanya saja dibawahnya itu kebun teh) ada didepannya. Jeje pun menginjak rem mendadak. Beruntung mereka tidak terjatuh.

          Dengan kesal Arthur keluar dan menendang ban mobil.

           “SHIT!! DAMN IT MAN!!!” teriaknya kesal.

          Kalau sudah begini, bagaimana mereka bisa mengejar pelangi itu? dengan melompat kebawah dan berlari? Heh? Tidak mungkin!

           “Hmmmm” lagi-lagi Jeje hanya menghela nafas lelah. Ia ikut keluar dari mobil dan bersandar dipintunya. “Seandainya aja gue tau dimana pelangi ini terbentuk, kita pasti bisa motong jalan untuk sampe kesana!” gumam Jeje pasrah. Sejenak keadaan hening.

           “ya! itu dia! lo pinter banget Je!” puji Arthur sumringah sembari menepuk bahu Jeje pelan.

           “Loh? Kenapa?” tanya Jeje keheranan.

           “Pelangi terbentuk karna apa? pasti masing-masing di SD udah pada belajar dong?”

           “Pelangi terbentuk karena pembiasan sinar matahari oleh tetesan air yang ada di atmosfir bukan?”

           “that’s right!! Lo emang pinter banget deh Je!! SMART JEJE!!!” tepuk Arthur lagi yang kemudian berlari ke kursi setir.

          Jeje yang masih bertanya-tanya hanya mengikuti Arthur untuk masuk ke mobil. Kali ini Arthur yang menyetir. “Kita mau kemana sih Thur?”

           “Ke tempat dimana air itu berada.” Arthur hanya tersenyum sumringah. Membuat Jeje semakin bingung. Tapi Jeje manggut-manggut aja. siapa tau ditempat yang akan dituju Arthur ini pemandangannya bagus untuk ia jepret.

          Tak lama, mereka sampai pada sebuah sungai yang biasa dijadikan tempat wisata arung jeram di kawasan puncak. Atau lebih terkenal dengan nama DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung.

          "ujung pelangi!" gumam Jeje gembira. Begitu pun dengan Arthur yang menyaksikan pemandangan indah ini.

          Akhirnya mereka menemukan ujung pelangi disana. Sebelum pelangi ini menghilang, Jeje bergegas mengambil kameranya untuk memotret pemandangan alam nan indah ini. Sedangkan Arthur dengan sigap mengambil ponselnya untuk menelpon Mary. Saat ponsel sudah berada di genggaman, Arthur melihat sesuatu yang aneh. Ia lihat ada sepasang wanita dan pria. Seperti sepasang kekasih. Yang pria sedang berlutut di hadapan sang wanita sambil menyodorkannya sebuah cincin. Arthur masih penasaran dengan apa yang ia lihat. Untuk itu, ia mencoba untuk mendekat dan bersembunyi dibalik pohon besar dekat dengan tempat mereka berdiri.

          "APA?! Ini gak mungkin!!"
Arthur menggeleng tak percaya begitu melihat sepasang kekasih yang sedang ia lihat adalah dirinya dengan Mary. Rasa penasarannya tidak sampai disitu saja. Dia tidak mau pergi kesana, mengganggu mereka, dan bertanya 'apa yang terjadi?' Arthur lebih memilih diam dan memperhatikan mereka.

          "Mary, di ujung pelangi ini aku mau kamu tau, kalo aku mau serius sama kamu. Aku sayang sama kamu. Kamu mau kan nikah sama aku?" ungkap Arthur yang 'disana' pada Mary.

          Mary hanya terdiam sambil memandangi cincin yang ada di kotak merah itu.

          "kalo kamu mau nerima aku, kamu bisa ambil cincin ini dan pake itu ke jari manis kamu." tambah Arthur penuh harap.

          Mary mulai tersenyum dan mengambil cincin itu perlahan. Arthur tersenyum lega. "aku mau! Tapi..." kata Mary menggantung. Membuat senyum Arthur sedikit memudar. "...tapi tangkep aku dulu!" canda Mary yang kemudian berlari menjauhi Arthur. Ia berlari bak anak kecil. Menggemaskan meski sedikit meledek. Ini bukan kembaran Mary atau Mary yang lain, sepertinya ini benar-benar Mary asli. Tapi bagaimana mungkin? Mary kan sedang di rumah. Dan Arthur tau itu.

          "ih ngeledek? Awas kamu ya Ry!" Kata Arthur yang disana mulai mengejar Mary dengan riang.

          "Thur?" panggil Jeje sambil menepuk Arthur pelan.

          "eh iya Je?"

          "kok lu gak telepon Mary sih? Keburu hilang nih pelanginya!"

          "Marynya ada disana Je!" kata Arthur murung. Jeje menoleh kearah tempat yang sedang dipandangi Arthur. Tapi tak ada siapa-siapa disana!

          "mana Marynya? Gak ada kok!"

          "masa segede gitu gak liat? Itu! Disana!" kata Arthur menegaskan seraya menunjuk Mary dan Arthur yang 'disana' sedang berlarian. Tapi hasilnya sama saja. Jeje tetap tidak melihat apa yang Arthur lihat.

          "ini bener-bener udah gak wajar!" Arthur hendak menghampiri mereka dan melabraknya. Tapi sesuatu terjadi...

          Tiba-tiba saja warna pelangi itu memudar, lalu perlahan menghilang. Membuat Arthur yang 'disana' menghentikan larinya.

          "yah! Pelanginya ilang!" sahut Arthur.

          Mary pun menoleh kearah pelangi dibelakangnya. Dan tiba-tiba...
BYUR! Mary terpeleset tanah dan terjatuh kedalam aliran sungai Ciliwung yang sangat deras. Cincin yang ia genggam jatuh ketanah. Menghasilkan warna bintik-bintik pelangi yang dihasilkan oleh spektrum cahaya matahari ke berlian putih dipermukaan sungai. Waktu itu posisi Mary sangat dekat dengan tepian sungai. Jadi saat Mary menoleh kebelakang, kakinya terpeleset tanah yang ada di tepian sungai. Arus itu menerjang dan menyapu tubuh Mary entah kemana. Arus yang sangat kuat. Menerpa tubuhnya ganas. Pantas saja kawasan ini suka dijadikan wisata arung jeram.

          Niat Arthur untuk menemui mereka jadi hilang. Dan bodohnya, Arthur yang 'disana' tak berupaya untuk menolong Mary. Ia hanya berteriak memanggil nama "MARY!" saja. Bodoh sekali bukan?

          Menyaksikan semua itu. Tubuh Arthur tiba-tiba melemas. Badannya bergetar hebat. Matanya mulai memanas. Tak kuasa menahan air mata. Ia tak kuasa melihat orang yang ia cintai mati dihadapannya. Jantung Arthur semakin memacu dengan cepat. Darahnya mengalir dengan deras sederas aliran sungai ini. Arthur sudah tidak dapat mengendalikan dirinya. Kerongkongannya yang gatal dan dadanya yang sesak memaksanya untuk berteriak.

          "MAAARRYYYY!"

          Arthur berteriak sekuat tenaganya. Lalu berlari dan menyeburkan diri ke dalam sungai.

          Jeje terkejut melihat aksi nekat Arthur yang tak beralasan itu. Ia masih tidak tau apa yang terjadi saat ini? "ARTHUURRRR!!"

***

          "MAAARRRRYYYYY!!!!!"

          kejadian itu terasa begitu cepat. Tiba-tiba saja Arthur terbangun. Dengan kain yang mengikat tangan dan kakinya di ranjang. Entah sejak kapan, ia sudah berada di rumah sakit. Seperti rumah sakit jiwa. Tertidur dan diikat.

          Ternyata itu semua cuma mimpi. Mimpi paling menakutkan yang pernah Arthur alami. Ia lihat sekeliling ruangan. Sepertinya ia sedang berada di ruang isolasi. Matanya tak henti mengitari setiap barang. Sampai matanya terfokus pada sebuah kotak merah berisikan cincin yang terbuka disamping meja. Ia lihat cincin yang sama. Cincin yang ia berikan pada Mary untuk melamarnya.

          "Mary?"

          kemudian ia melihat sebuah kalender yang tertempel didinding. Tepat berada didepan ranjangnya. Alangkah terkejutnya ia melihat bahwa sekarang sudah 1 bulan lewat dari tanggal ia menemukan ujung pelangi. Benar-benar sulit dipercaya!

          "SEBENARNYA ADA APA INI? APA YANG TERJADI??!" teriak Arthur kesal. Semua kejanggalan ini membuat Arthur bingung. Apa mimpi Arthur tadi adalah kenyataan? Tapi tidak mungkin! Arthur benar-benar yakin bahwa awal bulan Agustus ia baru saja bertemu Mary. Ia masih bisa melihat senyumnya saat ia melihat pelangi dan meminta Arthur untuk mengajaknya keujung pelangi. Semua itu terasa nyata. Dan saat ia menyeburkan diri untuk menolong Mary, tiba-tiba saja ia sudah berada disini. Di rumah sakit jiwa ini. Dan kini Arthur berada dalam waktu satu bulan kedepan. Tepatnya pada awal bulan September. Apa yang terjadi?

***

          Kau mau tau apa yang sebenarnya terjadi? Biar ku jelaskan!
          Sebenarnya waktu itu (pada awal Agustus) benar Mary meminta Arthur untuk mencari ujung pelangi. Ia ingin bisa menikah di tempat itu. Persis seperti dimimpinya. Setelah 3 hari berlalu, Arthur menemukan tempat itu. Dan secepatnya mengajak Mary kesana. Awalnya semua berjalan lancar. Arthur melamar Mary tepat diujung pelangi. Dan semua berjalan persis seperti dimimpinya. Mary tersapu arus di sungai. Tubuhnya seringkali berbenturan dengan batu-batu besar. Arthur mencoba menyelamatkan Mary dengan berenang mengejarnya. Tapi arus sungai yang terlalu deras membuat Arthur terseret. Arthur selamat karna ia tidak terbentur batu dan bajunya tersangkut pada ranting di tepian sungai. Tapi Mary tidak dapat terselamatkan. Jeje menemukan Arthur yang sedang pingsan saat ia sedang memotret pemandangan alam. Lalu Jeje membawa Arthur ke rumah sakit.

          Keesokannya, Jeje menemukan Mary sudah terbujur kaku tak bernyawa. Tempatnya tak jauh dari tempat Arthur pingsan. Jeje pun memakamkan jenazah Mary yang sudah pucat itu. Di saat itu pula Arthur tersadar. Ia mencari-cari Mary sampai akhirnya mengetahui bahwa Mary sudah tiada. Arthur tak dapat menerima itu. Hal itu membuatnya stress dan gila! Karna kelakuan Arthur yang semakin hari semakin membabi buta, Jeje dengan berat hati memasukan sahabatnya itu ke rumah sakit jiwa. Arthur masuk ke ruang isolasi. Karna ia suka menghancurkan semua barang yang ada didepannya. Tangan dan kakinya selalu diikat. Setiap hari ia selalu bermimpi hal yang sama seperti tadi. Bahkan setelah 1 bulan kepergian Mary pun Arthur masih terus memimpikannya. Dan setelah ia terbangun, pasti ia akan memberontak dan selalu meneriakan hal yang sama.

          "MARY! AKU UDAH NEMUIN UJUNG PELANGI RY! AYO KITA NIKAH!" keadaan masih hening. Arthur terus memberontak sekeras mungkin. Sampai kain yang mengikat kakinya robek.

          "RY! KAMU DIMANA? KAMU PULANG DONG! KALO KAMU PULANG SEKARANG, AKU JANJI BAKAL NGIZININ KAMU MAIN UJAN-UJANAN. NANTI KITA MAIN SAMA-SAMA!" kini kain yang membelenggu tangan dan kakinya sobek. Dan Arthur dapat bergerak bebas.

          "MAAARRRYYYYYYY!! AKU PUNYA HADIAH BUAT KAMU. KAMU KESINI DONG!" Arthur mengambil cincin pernikahannya. Ia genggam cincin itu kuat-kuat. Ia ciumi cincin itu penuh rasa rindu dan kelembutan. Tak lama, seseorang datang untuk membesuk. Ternyata itu adalah sahabatnya, Jeje.

          "Mary udah gak ada Thur. Lu harus bisa terima kenyataan!"

          "LU BOHONG! MARY ADA KOK DI RUMAHNYA! DIA CUMA LAGI TIDUR AJA. MUNGKIN DIA KECAPEKAN! BESOK KALO GUE UDAH KELUAR DARI PENJARA IDIOT INI, GUE BAKAL JEMPUT MARY BUAT NIKAH SAMA GUE! LIAT AJA NANTI!!"

          Sesungguhnya hati Jeje sangat terpukul melihat kondisi Arthur yang seperti ini. Mengapa akhirnya seperti ini? Mengapa harus sahabatnya yang mengalami hal seperti ini? Jeje berusaha membendung airmatanya. Ia kuatkan hatinya dan kemudian menghampiri Arthur sambil mengelus pundaknya lembut.

          "lo harus sabar Thur. Mary diatas sana pasti juga sedih kalo liat lo kaya gini.”

           “LO APA-APAAN SIH!!” Arthur mendorong tubuh Jeje kasar. Jeje tersungkur hingga membentur kaki ranjang rumah sakit. “MARY TUH MASIH HIDUP!! DIA PASTI SEKARANG LAGI TIDUR DIKAMARNYA. LAGI NUNGGU GUE BUAT NIKAHIN DIA!! DAN SEKARANG GUE UDAH NEMUIN UJUNG PELANGI. JADI LO GAK USAH SOK TAU!!! NGERTI??!”

           “TAPI THUR, MARY ITU UDAH MATI!!!” Jeje sudah tidak bisa bisa menahan emosinya lagi. Ia sadar, kekhilafannya itu dapat menjatuhkan dan menghancurkan mental Arthur. Tapi keadaan memaksanya untuk meneriakan hal itu.

          Sejurus kemudian Arthur terdiam. Tubuhnya bergetar hebat. Ia benar-benar tidak bisa menerima kepergian Mary. Ia tatap sahabat yang tak dikenalinya lagi itu tajam. Matanya membulat memancarkan suatu rasa yang mendalam. Sebuah kemarahan dan penantian yang berujung dengan kematian. Mendapat tatapan bengis dari seorang Arthur, Jeje semakin bergidik ngeri.

           “ENGGAKK!!! LO BOHONG!!! DASAR PEMBOHOONGGGG!!!”

          BUK! Satu pukulan mendarat mulus di pipi Jeje. Arthur kembali berteriak histeris. Sebelum pukulan-pukulan berikutnya dijatuhkan kembali, para dokter dan suster sudah datang mencegah Arthur. Suntikan penenang dimasukan kedalam aliran darahnya. Dengan bersusah payah, akhirnya Arthur kembali tertidur. Para dokter dan suster kembali mengikat Arthur dengan rantai yang lebih kuat. Jeje tatap Arthur, nanar. Hal ini pasti akan terus berlanjut. Saat ia tertidur ia akan bermimpi hal yang sama, terbangun, dan kemudian meneriakan hal yang sama, lalu tertidur lagi, dan selalu terjadi seperti itu. Jeje tidak tahu dengan apa lagi yang harus ia perbuat. Ia hanya bisa pasrah menyerahkan semuanya kepada yang maha kuasa.


          Tak lama, hujan turun dengan derasnya. Entah kenapa hari ini cuaca sangat tidak bersahabat. Jeje melihat cincin Arthur yang terjatuh tak jauh dari tempat tidurnya. Ia pungut cincin itu dan ia genggam kuat-kuat. Jeje berjalan mendekati jendela sambil menikmati setiap tetesan hujan yang turun. Jeje membayangkan hujan ini adalah airmata Mary yang jatuh setiap kali melihat Arthur seperti ini. Ia yakin, Mary disana pasti sangat sedih. Bahkan disaat hujan berakhir pun tak ada pelangi yang nampak. Yang ada hanyalah bayangan Mary yang menangis melihat Arthur disini. Sungguh! Kini, Jeje benar-benar melihat bayangan Mary sedang menangis ‘disana’.

End

Gimana?
Semoga kalian suka ya~
Saran dan komen sangat dibutuhkan disini! Buat masukan kedepannya juga~
PLEASE DON'T BE SILENT READERS !!!!
Sebelumnya maaf ya kasih cerita basi alias cerita lama ('/\')
Cerita ini dulunya pernah dibukukan di antologi puisi dan cerpen 'Saat Kau Pergi' dalam bentuk cerpen.
See ya at next fanfiction (^o^)/

0 Comment:

Posting Komentar

© Rasiva's Blog, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena