TITLE
: Cinta Diujung Pelangi
AUTHOR
: Raffa (Re-Post)
GENRE
: Romance
RATING
: R
CAST
: Arthur , Mary , Jeje
CREATED : Jumat, 07 Juni 2013
HARAP MENGIKUTI PERATURAN BLOG UNTUK TIDAK MENCOPAS SEBUAH KARYA. TERIMAKASIH ^^'
*Postingan disini dilindungi tynth.com
Saat itu musim hujan datang mengguyur
kawasan puncak, Bogor. Hujan yang tenang. Tanpa kilat atau badai. Mahakarya
Tuhan telah menciptakan butiran demi butiran air, yang memberatkan awan hingga
ia jatuh ke bumi. Saat-saat inilah yang paling ditunggu-tunggu Mary. Memainkan
air hujan yang jatuh ketangannya. Terduduk manis menonton pemandangan alam yang
basah. Kadang Arthur suka marah jika Mary nekat keluar dan berlari-larian di
tengah hujan bak anak kecil. Tapi kali ini Mary nampak kalem. Memandangi hujan
dibalik jendela.
"sayang, nonton hujannya masih
lama?" tanya Arthur yang entah sejak kapan sudah berada dibelakang Mary.
"iya, sayang. Tunggu sebentar
lagi ya!" jawab Mary tanpa memalingkan pandangannya.
Ia masih fokus dengan pemandangan didepannya.
Sejenak keadaan hening. Hingga hujan berhenti. Menyisakan tetesan hujan yang
jatuh dari sela-sela atap dan dedaunan. Dan Mary masih terus menontonnya.
Seperti menanti sesuatu.
"yang, kenapa sih kamu suka
banget ngeliatin hujan? Apa yang kamu tunggu?" tanya Arthur kembali
memecah keheningan.
"pelangi!" seru Mary sambil
tersenyum sumringah. Membuat Arthur turut melihat apa yang Mary lihat.
Sebuah pelangi telah terlukis
dilangit. Pelangi yang besar dan indah.
"indah banget ya Ry!" puji Arthur.
"iya. Ini yang aku suka Thur.
Setelah hujan datang pasti selalu ada pelangi yang mendampingi langit.
Menakjubkan!" puji Mary.
Arthur hanya tersenyum simpul.
"iya sayang. Aku juga suka." ucapnya seraya membelai lembut rambut Mary
dengan tangan kanan. Sementara tangan kirinya meraih sesuatu yang ada
dikantungnya. Sebuah kotak berisikan cincin yang akan ia berikan pada pujaan
hatinya.
Apa
sekarang waktu yang tepat ya buat bilang ke Mary? Tanya Arthur dalam hati.
Perasaannya mencoba untuk menerka keadaan. Apakah ini waktu yang tepat?
Pasalnya, selama Arthur berniat untuk melamar Mary, selalu saja ada
halangannya. Tidak pernah tepat!
"sayang, ada satu pertanyaan
yang membuat aku bingung." kata Mary kemudian.
"apa tuh?"
"kalo pelangi bentuknya setengah
lingkaran, berarti ujung pelangi itu ada dimana ya? Kamu tau gak?"
Arthur bingung harus menjawab
pertanyaan yang agak aneh itu dengan apa? Ia hanya menggeleng pelan "emm..
Aku gak tau juga. pelangi itu kan ada banyak. Pasti ujungnya bisa dimana-mana
juga lah sayang."
"hmm.." Mary nampak sedikit
kecewa dengan jawaban Arthur. "Saat kita menikah nanti. Aku mau deh kita
bisa melaksanakan akad dan resepsi diujung pelangi. Jadi aku bisa liat pelangi
lebih dekat dihari membahagiakan kita. Tapi kayanya itu gak mungkin
terjadi." Mary tertunduk murung.
Perkataan Mary membuat Arthur tak
tega. Hatinya tergerak saat mendengar kata "gak mungkin terjadi" pada
topik pernikahannya. Tidak! Arthur tidak akan mengecewakan Mary. Arthur tidak
ingin melihat Mary bersedih. Arthur tidak ingin kata “gak mungkin terjadi” itu
benar-benar terjadi.
Mary
bawa-bawa tentang rencana pernikahan kita. Iya! Mungkin ini udah waktunya buat
gue... Serunya menggantung dalam hati.
"Mary, sebenarnya aku..."
dikeluarkannya kotak yang sedari tadi ia pegangi dikantung celananya. Ia
perlihatkan cincin perak bermahkotakan berlian itu, dan ia pakaikan pada jemari
Mary. Sungguh, Mary benar-benar terkesima melihatnya. "...meskipun aku gak
tau dimana itu ujung pelangi, tapi kasih aku kesempatan untuk mencarinya! Aku
akan buat kamu kagum! Aku janji aku gak akan temuin kamu sebelum aku menemukan
tempat pernikahan kita itu. Untuk itu kamu pake dulu cincin ini." sambung Arthur.
"beneran Thur? Kamu mau nyari
tempat itu buat aku?" seru Mary kegirangan.
Arthur mengangguk pasti. "tapi
kamu harus janji sama aku, setelah aku udah nemuin tempatnya, kita bisa
langsung nikah! Janji?!" kata Arthur menjulurkan kelingkingnya sebagai
bukti perjanjian mereka.
“Janji!” Kelingking mereka mengait satu sama
lain. Kini Mary tersenyum sepuluh kali lipat lebih manis dari biasanya.
Senyuman ini... Arthur tak akan mungkin membuat senyum ini hilang dari wajah
manis Mary. Ia tak mau mengecewakannya. Ia harus mencarinya!
***
"Apa? Ujung pelangi?" pekik
Jeje bingung, saat sahabat karibnya itu menceritakan soal permintaan ujung
pelangi dari Mary.
"iya Je. Lu bisa gak bantuin
gue? Lo kan photografer hebat! Suka motret pemandangan alam. Kalo masalah
pelangi, lu udah biasa kan? Ayolah! Please! Bantu gue!" pinta Arthur
memelas.
"Arthuuur... gue kan
photografer. Bukan pakar pelangi. Kalo moto pelangi gue emang sering. Tapi kalo
ujung pelangi? Gue gak tau deh!" tutur Jeje yang kemudian melanjutkan
kegiatan memotret pemandangannya.
“Ayolah! Je!! Please!!! Bantuin gue cari ujung
pelangi buat Mary!! Please!! Lo kan sahabat gue yang paling baiiikkkkk!!!!!!”
pinta Arthur tak menyerah.
“Hmmm...” Jeje menghela nafas lelah. Lalu
beralih menatap sahabatnya dari kecil ini. “Oke..oke.. gue bakal bantu lo
sebisa mungkin!”
“Bener? Yeee!! Makasih Je! Lo emang sahabat
gue yang paling the best deh!” Arthur memeluk erat sahabatnya itu dengan
gembira.
“A..aduuhh.. lepasss!! Gue gak bisa
napaaassss!!!” seru Jeje setengah berteriak.
“oo..hehe..maaf!” ucap Arthur cekikikan.
***
Mencari ujung pelangi memang tidak
mudah. Bagaimana kalau ujungnya ada diatas bukit? Ditengah kebun teh? Bagaimana
kalau pelangi itu sangat besar dan panjang hingga ia hilang sebelum Arthur dan Jeje
menemukannya? Lagipula, pelangi kan biasanya tak akan bertahan lama. Bagaimana
kalau saat mereka sudah menemukannya, Arthur belum sempat mengajak Mary dan
pelangi itu sudah keburu hilang?
Sedari tadi pertanyaan itulah yang
membuat Arthur dan Jeje pusing. Tapi Arthur tetap kekeuh ingin mencarinya untuk
Mary. Sahabatnya pun tak kuasa menolak. Iba melihat perjuangan dan pengorbanan
seorang Arthur yang berusaha mempersembahkan hadiah terindah untuk hari
pernikahan pujaan hatinya. Sebagai sahabat, Jeje hanya dapat mendukung dan
membantunya.
Selepas hujan, mereka telah
bersiap-siap dengan mobil jeep nya untuk mencari ujung pelangi. Tapi sudah 15
menit perjalanan, pelangi pun tak nampak. Mereka mulai resah.
“Thur, gimana nih? Harusnya kan pelangi udah
ada daritadi.” Sahut Jeje yang kini sedang menyetir.
“duh, tunggu sebentar lagi deh Je! Nanti pasti
pelanginya muncul kok!” kata Arthur meyakini.
Mereka pun melanjutkan perjalanan.
Berjalan tanpa tujuan. Hanya menunggu pelangi, dan mengejarnya saat ia
terlihat. Setelah cukup lama mereka berkeliling, akhirnya mereka menemukan
pelangi itu.
“Je! Itu dia pelanginya! Ayo kita kejar! Takut
keburu hilang!” tunjuk Arthur dengan antusiasnya.
Jeje mulai membelokan setirnya kearah
pelangi itu. Mereka berusaha mengejarnya sampai keujung. Tapi sayangnya...
“Ya ampun!!” Jeje terperangah saat melihat
didepannya ada sebuah turunan yang sangat terjal (seperti jurang, hanya saja
dibawahnya itu kebun teh) ada didepannya. Jeje pun menginjak rem mendadak.
Beruntung mereka tidak terjatuh.
Dengan kesal Arthur keluar dan
menendang ban mobil.
“SHIT!! DAMN IT MAN!!!” teriaknya kesal.
Kalau sudah begini, bagaimana mereka
bisa mengejar pelangi itu? dengan melompat kebawah dan berlari? Heh? Tidak
mungkin!
“Hmmmm” lagi-lagi Jeje hanya menghela nafas
lelah. Ia ikut keluar dari mobil dan bersandar dipintunya. “Seandainya aja gue
tau dimana pelangi ini terbentuk, kita pasti bisa motong jalan untuk sampe
kesana!” gumam Jeje pasrah. Sejenak keadaan hening.
“ya! itu dia! lo pinter banget Je!” puji Arthur
sumringah sembari menepuk bahu Jeje pelan.
“Loh? Kenapa?” tanya Jeje keheranan.
“Pelangi terbentuk karna apa? pasti
masing-masing di SD udah pada belajar dong?”
“Pelangi terbentuk karena pembiasan sinar
matahari oleh tetesan air yang ada di atmosfir bukan?”
“that’s right!! Lo emang pinter banget deh Je!!
SMART JEJE!!!” tepuk Arthur lagi yang kemudian berlari ke kursi setir.
Jeje yang masih bertanya-tanya hanya
mengikuti Arthur untuk masuk ke mobil. Kali ini Arthur yang menyetir. “Kita mau
kemana sih Thur?”
“Ke tempat dimana air itu berada.” Arthur
hanya tersenyum sumringah. Membuat Jeje semakin bingung. Tapi Jeje
manggut-manggut aja. siapa tau ditempat yang akan dituju Arthur ini
pemandangannya bagus untuk ia jepret.
Tak lama, mereka sampai pada sebuah
sungai yang biasa dijadikan tempat wisata arung jeram di kawasan puncak. Atau
lebih terkenal dengan nama DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung.
"ujung pelangi!" gumam Jeje
gembira. Begitu pun dengan Arthur yang menyaksikan pemandangan indah ini.
Akhirnya mereka menemukan ujung
pelangi disana. Sebelum pelangi ini menghilang, Jeje bergegas mengambil
kameranya untuk memotret pemandangan alam nan indah ini. Sedangkan Arthur
dengan sigap mengambil ponselnya untuk menelpon Mary. Saat ponsel sudah berada
di genggaman, Arthur melihat sesuatu yang aneh. Ia lihat ada sepasang wanita
dan pria. Seperti sepasang kekasih. Yang pria sedang berlutut di hadapan sang
wanita sambil menyodorkannya sebuah cincin. Arthur masih penasaran dengan apa
yang ia lihat. Untuk itu, ia mencoba untuk mendekat dan bersembunyi dibalik
pohon besar dekat dengan tempat mereka berdiri.
"APA?! Ini gak mungkin!!"
Arthur
menggeleng tak percaya begitu melihat sepasang kekasih yang sedang ia lihat
adalah dirinya dengan Mary. Rasa penasarannya tidak sampai disitu saja. Dia
tidak mau pergi kesana, mengganggu mereka, dan bertanya 'apa yang terjadi?' Arthur
lebih memilih diam dan memperhatikan mereka.
"Mary, di ujung pelangi ini aku
mau kamu tau, kalo aku mau serius sama kamu. Aku sayang sama kamu. Kamu mau kan
nikah sama aku?" ungkap Arthur yang 'disana' pada Mary.
Mary hanya terdiam sambil memandangi
cincin yang ada di kotak merah itu.
"kalo kamu mau nerima aku, kamu
bisa ambil cincin ini dan pake itu ke jari manis kamu." tambah Arthur
penuh harap.
Mary mulai tersenyum dan mengambil
cincin itu perlahan. Arthur tersenyum lega. "aku mau! Tapi..." kata Mary
menggantung. Membuat senyum Arthur sedikit memudar. "...tapi tangkep aku
dulu!" canda Mary yang kemudian berlari menjauhi Arthur. Ia berlari bak
anak kecil. Menggemaskan meski sedikit meledek. Ini bukan kembaran Mary atau Mary
yang lain, sepertinya ini benar-benar Mary asli. Tapi bagaimana mungkin? Mary
kan sedang di rumah. Dan Arthur tau itu.
"ih ngeledek? Awas kamu ya Ry!" Kata Arthur yang disana mulai mengejar Mary dengan riang.
"Thur?" panggil Jeje sambil
menepuk Arthur pelan.
"eh iya Je?"
"kok lu gak telepon Mary sih?
Keburu hilang nih pelanginya!"
"Marynya ada disana Je!"
kata Arthur murung. Jeje menoleh kearah tempat yang sedang dipandangi Arthur.
Tapi tak ada siapa-siapa disana!
"mana Marynya? Gak ada kok!"
"masa segede gitu gak liat? Itu!
Disana!" kata Arthur menegaskan seraya menunjuk Mary dan Arthur yang 'disana'
sedang berlarian. Tapi hasilnya sama saja. Jeje tetap tidak melihat apa yang Arthur
lihat.
"ini bener-bener udah gak
wajar!" Arthur hendak menghampiri mereka dan melabraknya. Tapi sesuatu
terjadi...
Tiba-tiba saja warna pelangi itu
memudar, lalu perlahan menghilang. Membuat Arthur yang 'disana' menghentikan
larinya.
"yah! Pelanginya ilang!"
sahut Arthur.
Mary pun menoleh kearah pelangi
dibelakangnya. Dan tiba-tiba...
BYUR! Mary terpeleset tanah dan terjatuh
kedalam aliran sungai Ciliwung yang sangat deras. Cincin yang ia genggam jatuh
ketanah. Menghasilkan warna bintik-bintik pelangi yang dihasilkan oleh spektrum
cahaya matahari ke berlian putih dipermukaan sungai. Waktu itu posisi Mary
sangat dekat dengan tepian sungai. Jadi saat Mary menoleh kebelakang, kakinya
terpeleset tanah yang ada di tepian sungai. Arus itu menerjang dan menyapu
tubuh Mary entah kemana. Arus yang sangat kuat. Menerpa tubuhnya ganas. Pantas
saja kawasan ini suka dijadikan wisata arung jeram.
Niat Arthur untuk menemui mereka jadi
hilang. Dan bodohnya, Arthur yang 'disana' tak berupaya untuk menolong Mary. Ia
hanya berteriak memanggil nama "MARY!" saja. Bodoh sekali bukan?
Menyaksikan semua itu. Tubuh Arthur
tiba-tiba melemas. Badannya bergetar hebat. Matanya mulai memanas. Tak kuasa
menahan air mata. Ia tak kuasa melihat orang yang ia cintai mati dihadapannya.
Jantung Arthur semakin memacu dengan cepat. Darahnya mengalir dengan deras
sederas aliran sungai ini. Arthur sudah tidak dapat mengendalikan dirinya.
Kerongkongannya yang gatal dan dadanya yang sesak memaksanya untuk berteriak.
"MAAARRYYYY!"
Arthur berteriak sekuat tenaganya.
Lalu berlari dan menyeburkan diri ke dalam sungai.
Jeje terkejut melihat aksi nekat Arthur
yang tak beralasan itu. Ia masih tidak tau apa yang terjadi saat ini? "ARTHUURRRR!!"
***
"MAAARRRRYYYYY!!!!!"
kejadian itu terasa begitu cepat.
Tiba-tiba saja Arthur terbangun. Dengan kain yang mengikat tangan dan kakinya
di ranjang. Entah sejak kapan, ia sudah berada di rumah sakit. Seperti rumah
sakit jiwa. Tertidur dan diikat.
Ternyata itu semua cuma mimpi. Mimpi
paling menakutkan yang pernah Arthur alami. Ia lihat sekeliling ruangan.
Sepertinya ia sedang berada di ruang isolasi. Matanya tak henti mengitari
setiap barang. Sampai matanya terfokus pada sebuah kotak merah berisikan cincin
yang terbuka disamping meja. Ia lihat cincin yang sama. Cincin yang ia berikan
pada Mary untuk melamarnya.
"Mary?"
kemudian ia melihat sebuah kalender
yang tertempel didinding. Tepat berada didepan ranjangnya. Alangkah terkejutnya
ia melihat bahwa sekarang sudah 1 bulan lewat dari tanggal ia menemukan ujung
pelangi. Benar-benar sulit dipercaya!
"SEBENARNYA ADA APA INI? APA
YANG TERJADI??!" teriak Arthur kesal. Semua kejanggalan ini membuat Arthur
bingung. Apa mimpi Arthur tadi adalah kenyataan? Tapi tidak mungkin! Arthur
benar-benar yakin bahwa awal bulan Agustus ia baru saja bertemu Mary. Ia masih
bisa melihat senyumnya saat ia melihat pelangi dan meminta Arthur untuk
mengajaknya keujung pelangi. Semua itu terasa nyata. Dan saat ia menyeburkan
diri untuk menolong Mary, tiba-tiba saja ia sudah berada disini. Di rumah sakit
jiwa ini. Dan kini Arthur berada dalam waktu satu bulan kedepan. Tepatnya pada
awal bulan September. Apa yang terjadi?
***
Kau mau tau apa yang sebenarnya
terjadi? Biar ku jelaskan!
Sebenarnya waktu itu (pada awal
Agustus) benar Mary meminta Arthur untuk mencari ujung pelangi. Ia ingin bisa
menikah di tempat itu. Persis seperti dimimpinya. Setelah 3 hari berlalu, Arthur
menemukan tempat itu. Dan secepatnya mengajak Mary kesana. Awalnya semua
berjalan lancar. Arthur melamar Mary tepat diujung pelangi. Dan semua berjalan
persis seperti dimimpinya. Mary tersapu arus di sungai. Tubuhnya seringkali
berbenturan dengan batu-batu besar. Arthur mencoba menyelamatkan Mary dengan
berenang mengejarnya. Tapi arus sungai yang terlalu deras membuat Arthur
terseret. Arthur selamat karna ia tidak terbentur batu dan bajunya tersangkut
pada ranting di tepian sungai. Tapi Mary tidak dapat terselamatkan. Jeje
menemukan Arthur yang sedang pingsan saat ia sedang memotret pemandangan alam.
Lalu Jeje membawa Arthur ke rumah sakit.
Keesokannya, Jeje menemukan Mary
sudah terbujur kaku tak bernyawa. Tempatnya tak jauh dari tempat Arthur
pingsan. Jeje pun memakamkan jenazah Mary yang sudah pucat itu. Di saat itu
pula Arthur tersadar. Ia mencari-cari Mary sampai akhirnya mengetahui bahwa Mary
sudah tiada. Arthur tak dapat menerima itu. Hal itu membuatnya stress dan gila!
Karna kelakuan Arthur yang semakin hari semakin membabi buta, Jeje dengan berat
hati memasukan sahabatnya itu ke rumah sakit jiwa. Arthur masuk ke ruang
isolasi. Karna ia suka menghancurkan semua barang yang ada didepannya. Tangan
dan kakinya selalu diikat. Setiap hari ia selalu bermimpi hal yang sama seperti
tadi. Bahkan setelah 1 bulan kepergian Mary pun Arthur masih terus memimpikannya.
Dan setelah ia terbangun, pasti ia akan memberontak dan selalu meneriakan hal
yang sama.
"MARY! AKU UDAH NEMUIN UJUNG
PELANGI RY! AYO KITA NIKAH!" keadaan masih hening. Arthur terus
memberontak sekeras mungkin. Sampai kain yang mengikat kakinya robek.
"RY! KAMU DIMANA? KAMU PULANG
DONG! KALO KAMU PULANG SEKARANG, AKU JANJI BAKAL NGIZININ KAMU MAIN
UJAN-UJANAN. NANTI KITA MAIN SAMA-SAMA!" kini kain yang membelenggu tangan
dan kakinya sobek. Dan Arthur dapat bergerak bebas.
"MAAARRRYYYYYYY!! AKU PUNYA HADIAH
BUAT KAMU. KAMU KESINI DONG!" Arthur mengambil cincin pernikahannya. Ia
genggam cincin itu kuat-kuat. Ia ciumi cincin itu penuh rasa rindu dan
kelembutan. Tak lama, seseorang datang untuk membesuk. Ternyata itu adalah
sahabatnya, Jeje.
"Mary udah gak ada Thur. Lu
harus bisa terima kenyataan!"
"LU BOHONG! MARY ADA KOK DI
RUMAHNYA! DIA CUMA LAGI TIDUR AJA. MUNGKIN DIA KECAPEKAN! BESOK KALO GUE UDAH
KELUAR DARI PENJARA IDIOT INI, GUE BAKAL JEMPUT MARY BUAT NIKAH SAMA GUE! LIAT
AJA NANTI!!"
Sesungguhnya hati Jeje sangat
terpukul melihat kondisi Arthur yang seperti ini. Mengapa akhirnya seperti ini?
Mengapa harus sahabatnya yang mengalami hal seperti ini? Jeje berusaha
membendung airmatanya. Ia kuatkan hatinya dan kemudian menghampiri Arthur
sambil mengelus pundaknya lembut.
"lo harus sabar Thur. Mary
diatas sana pasti juga sedih kalo liat lo kaya gini.”
“LO APA-APAAN SIH!!” Arthur mendorong tubuh Jeje
kasar. Jeje tersungkur hingga membentur kaki ranjang rumah sakit. “MARY TUH
MASIH HIDUP!! DIA PASTI SEKARANG LAGI TIDUR DIKAMARNYA. LAGI NUNGGU GUE BUAT
NIKAHIN DIA!! DAN SEKARANG GUE UDAH NEMUIN UJUNG PELANGI. JADI LO GAK USAH SOK
TAU!!! NGERTI??!”
“TAPI THUR, MARY ITU UDAH MATI!!!” Jeje sudah
tidak bisa bisa menahan emosinya lagi. Ia sadar, kekhilafannya itu dapat
menjatuhkan dan menghancurkan mental Arthur. Tapi keadaan memaksanya untuk
meneriakan hal itu.
Sejurus kemudian Arthur terdiam. Tubuhnya
bergetar hebat. Ia benar-benar tidak bisa menerima kepergian Mary. Ia tatap
sahabat yang tak dikenalinya lagi itu tajam. Matanya membulat memancarkan suatu
rasa yang mendalam. Sebuah kemarahan dan penantian yang berujung dengan
kematian. Mendapat tatapan bengis dari seorang Arthur, Jeje semakin bergidik
ngeri.
“ENGGAKK!!! LO BOHONG!!! DASAR
PEMBOHOONGGGG!!!”
BUK! Satu pukulan mendarat mulus di
pipi Jeje. Arthur kembali berteriak histeris. Sebelum pukulan-pukulan
berikutnya dijatuhkan kembali, para dokter dan suster sudah datang mencegah Arthur.
Suntikan penenang dimasukan kedalam aliran darahnya. Dengan bersusah payah,
akhirnya Arthur kembali tertidur. Para dokter dan suster kembali mengikat Arthur
dengan rantai yang lebih kuat. Jeje tatap Arthur, nanar. Hal ini pasti akan
terus berlanjut. Saat ia tertidur ia akan bermimpi hal yang sama, terbangun,
dan kemudian meneriakan hal yang sama, lalu tertidur lagi, dan selalu terjadi
seperti itu. Jeje tidak tahu dengan apa lagi yang harus ia perbuat. Ia hanya
bisa pasrah menyerahkan semuanya kepada yang maha kuasa.
Tak lama, hujan turun dengan
derasnya. Entah kenapa hari ini cuaca sangat tidak bersahabat. Jeje melihat
cincin Arthur yang terjatuh tak jauh dari tempat tidurnya. Ia pungut cincin itu
dan ia genggam kuat-kuat. Jeje berjalan mendekati jendela sambil menikmati
setiap tetesan hujan yang turun. Jeje membayangkan hujan ini adalah airmata Mary
yang jatuh setiap kali melihat Arthur seperti ini. Ia yakin, Mary disana pasti
sangat sedih. Bahkan disaat hujan berakhir pun tak ada pelangi yang nampak.
Yang ada hanyalah bayangan Mary yang menangis melihat Arthur disini. Sungguh!
Kini, Jeje benar-benar melihat bayangan Mary sedang menangis ‘disana’.
End
Gimana?
Semoga kalian suka ya~
Saran dan komen sangat dibutuhkan disini! Buat masukan kedepannya juga~
PLEASE DON'T BE SILENT READERS !!!!
PLEASE DON'T BE SILENT READERS !!!!
Sebelumnya maaf ya kasih cerita basi alias cerita lama ('/\')
Cerita ini dulunya pernah dibukukan di antologi puisi dan cerpen 'Saat Kau Pergi' dalam bentuk cerpen.
See ya at next fanfiction (^o^)/
Cerita ini dulunya pernah dibukukan di antologi puisi dan cerpen 'Saat Kau Pergi' dalam bentuk cerpen.
See ya at next fanfiction (^o^)/
0 Comment:
Posting Komentar