Blog suka-sukanya Raffa

Selasa, 21 Agustus 2012

[Cerpen] Hadiah Terakhir Untuk Sivia


Genre : Romance
Writter : Rasiva Nadila
Created : 01 februari 2012 19:56


Saat itu adalah kelulusanku memasuki generasi biru. Dan disitulah semua bermula...

          Disebuah sekolah menengah pertama yang tergolong elit itu. Aku menemukan seorang gadis cantik yang terlihat beda dari yang lain.
          Aku terkejut. Memandangi gadis yang sedang berjalan menyusuri koridor sekolah menggunakan tongkat itu. Semua orang memperhatikannya, sinis.
          Sampai akhirnya gadis tunanetra itu terjatuh karna tersandung satu tangga ditepi lantai. Semua kaget melihatnya. Tetapi, tak ada seorang pun yang membantunya.

          Aku bersama sahabatku pun berlari mencoba membantunya berdiri. Gadis itu terduduk. Dan meraba wajahku untuk mencoba mengenali identitasku.
          “kamu siapa?” tanya gadis itu lembut.
          “Aku Cakka. Yang disebelah itu temen aku. Namanya Rio.” Kataku memperkenalkan diri.
          “Oh, makasih ya udah nolongin aku. Kenalin, aku Sivia! :)” ucapnya sambil menjulurkan tangan kearah yang salah.
          Aku pun menarik tangannya lalu mulai bersalaman. Disusul dengan Rio.

          Dari situ, aku mulai berteman dengannya. Mungkin orang lain berfikir, seorang Cakka Kaweka Nuraga yang terbiasa hidup mewah, punya segalanya, dan biasa berteman dengan anak-anak golongan high ini mau berteman dengan seorang gadis buta yang sederhana? Tapi aku tak pernah menghiraukan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Karna yang ku lihat. Sivia itu gadis yang sopan, lembut, baik, dan juga manis.

*****
          Waktu itu, Sivia mengajakku dan Rio kerumahnya yang sederhana. Aku takjub, melihat piano klasik yang terpampang diruang tamunya.
          “apa kamu bisa main piano Siv?” tanyaku.
          “ah, aku Cuma pemain piano amatiran kok. Mainnya gak terlalu bagus!” ucap Sivia merendahkan diri.
          “coba aja dulu main. Aku pengen denger! ^^” tambah rio.
          Akhirnya sivia duduk dikursi pianonya. Dan mulai memainkan satu lagu yang amat indah kudengar. Benar-benar suatu keajaiban yang luar biasa dapat melihat seorang gadis seperti Sivia dapat bermain piano seindah ini. Ia memang sangat berbakat.

          Semenjak itu, aku dan Rio menyarankan Sivia untuk tampil diacara bakat pada guru kesenianku, bu Okky. Bu Okky pun menyetujuinya dan takjub melihat bakat emas yang dimiliki seorang Sivia ini. Dan semenjak itu pula, Sivia bisa diterima teman-teman. Dan cukup memiliki banyak teman.

*****
          Aku masih mengingat betul, setiap sivia dengan anggunnya bermain piano. aku mulai mengambil gitar kesayanganku, dan memetiknya menjadi sebuah dentingan nada. Aku memainkan lagu favoritku “One time” dari justin bieber.

          Tak seperti biasanya, biasanya Rio juga ikut bernyanyi bersamaku. Tapi kali ini ia hanya terdiam dan tersenyum sendiri. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
          “Rio, lu kenapa? Senyum-senyum sendiri... lo gak gila kan?” gurauku dengan nada bercanda.
          “hehehe... iya. Kayanya gue udah gila deh!! ^^” ucap Rio, tiba-tiba tersenyum garing kepadaku.
          “jiah.. yang bener lu... kenapa sih? Cerita dong sama gue..!!” ucapku sambil menyikut Rio dengan membalas senyuman konyolnya itu.
          “emm.. tapi bener ya.. kalo gue kasih tau, lu gak akan ngetawain gue atau ngeledek gue ya..!!”
          “iya...”
          “Janji lho!!” ucap Rio sambil menyodorkan jari telunjuknya dengan tatapan serius.
          “iye.. iye.. ada apaan si?” balasku dengan menjauhkan telunjuknya dari wajahku.
          “se.. sebenarnya.. sebenarnya gue suka sama Sivia?” ucap Rio tertunduk malu.
          “APAH?! Lu suka sama dia??” pekikku kaget.
          “tuh kan!! Lu gak setuju ya kalo gue suka sama cewek kaya Sivia?” Rio mulai tertunduk murung.
          “Eng? Enggak kok! gue setuju. Lagian, Sivia kan anaknya baik, ramah, anggun, cantik. Pantes banget kok buat my best friend yang ganteng, cool, and baik kaya gini!” kataku dengan senyuman yang terkesan dipaksakan.
          “hemm.. thanks banget ya.. lo emang sahabat gue yang paling the best deh!!” ucap Rio semangat, sambil menepuk pundakku dengan riangnya.
          Seandainya lu tau io, gue kaget bukan karena gak setuju lu suka sama cewek tunanetra kaya Sivia. Tapi gue kaget, karena... karena ternyata orang yang kita sukai adalah orang yang sama!! Entah, sejak kapan lo mulai merasakan perasaan itu. Sebenarnya, gue udah mulai menyukai Sivia sejak pertama kali kita ketemu. Sejak pertama gue kenal dia!! dia emang gadis yang baik. Lain dari yang lain. Dia itu cinta pertama gue. Tapi ternyata takdir berkata lain. Perasaan itu udah terlanjur datang ke hati lu! Gue gak bisa berbuat apa-apa. gue Cuma bisa pendam perasaan dalam-dalam. ini semua buat lo, io. Buat SAHABAT SEJATI gue dari kecil ini... batin Cakka, dalam hati.

*****
3 tahun berlalu...
          Sekarang Rio genap berusia 16 tahun. Yapp, hari ini adalah ulang tahun Rio. Bertepatan dengan kelulusan SMP kami. Rio merayakan acara ulang tahun dirumahnya nan mewah itu.
          Happy Birthday to you.. Happy birthday to you.. Happy birthday to Rio... Happy Birthday Riooo...
          Suasana sangat hangat dan meriah disana. Semua teman-teman Rio datang tak terkecuali aku dan Sivia.
          “HBD yo, sob.. semoga panjang umur dan apa yang dicita-citakan tercapai ^^” kataku memberi ucapan selamat seraya memeluknya.
          “Thx ya bro ^^” Rio membalas pelukanku.
          “Selamat ulang tahun ya, Rio.. maaf aku gak bisa ngasih hadiah apa-apa buat kamu! Aku...” ucap Sivia yang kemudian diselak pembicaraanya oleh Rio.
          “iya, Sivia.. gapapa kok. Kamu udah dateng ke acara ulang tahun aku aja, itu udah jadi hadiah yang berarti banget buat aku!!” ucap Rio tersenyum pada Sivia.
          Sivia hanya tersenyum manis. Meski ia tak dapat melihat. Tapi mungkin ia dapat merasakan. Ada sebuah rasa kebahagiaan dan cinta disana.

          “Rio, potong dong kuenya!” seru mama Rio.
          “Iya, ma!” perlahan, Rio memotong cheese cake yang menjadi kesukaannya itu.
          “Ayo, sekarang kue pertama kamu ini buat siapa nih??” gurau mama Rio.
          “temen-temen.. Makasih banget udah dateng ke acara ulang tahun gue.. Kue pertama ini, bakal gue kasih ke tamu spesial yang ada disini..!! dan juga spesial dihati gue!! maka itu, gue mohon.. Orang pertama yang nerima kue ini, gue mohon dia jawab permintaan gue...” jelas Rio sambil memperhatikan sekeliling.
          Hati gue semakin berdegub kencang. Dari sorotan mata Rio, gue udah yakin bahwa dia bakal menyatakan perasaannya disini. Gue yakin, dia akan menyatakan perasaanya pada orang yang juga gue sayang. Tapi gue lebih pengen liat lo, sahabat gue, bahagia, io. Meskipun itu akan membuat gue semakin merasakan sakitnya dan pahitnya cinta pertama yang gue rasakan ini... batin Cakka meringis dalam hati.

          “Sivia, would you be my girl??” seru Rio sambil menyodorkan cheese cakenya untuk Sivia.
          Sivia terdiam. Hanya ada senyuman manis khas yang tersungging dibibir dengan lesung pipit manisnya itu. Entah, perasaan apa yang ada didalam hatinya. Apakah ia akan menerima cinta Rio? Tanya Cakka, dalam hati.
          TERIMA..TERIMA... TERIMA.... sorak teman-teman di pesta ultah Rio. Semua begitu ramai. Rio terus menatap Sivia penuh harap. Sivia nampak terdiam. Tersenyum. Lalu mulai berkata...
          “Yes. I will...” Sivia menerima cinta dan juga cheese cake dari Rio.
          Semua bertepuk tangan. Mengiringi kebahagian Rio yang memuncak ini. Ia terlihat senang sekali. Rio tersenyum gembira. Dan kemudian memeluk Sivia dengan teramat eratnya.
          Aku turut senang Siv. Ternyata perasaanmu sama dengan Rio. Aku masih bisa menahan sakit ini. Demi kalian. Wajahku akan selalu tersenyum memandang kebahagiaan kalian. Meskipun hatiku akan menangis...

*****
          Sudah 1 tahun Rio membina hubungannya dengan Sivia. Dan aku pun belum tau pasti, bagaimana perkembangan hubungan mereka saat ini. Tapi belakangan hari ini, aku liat Rio sering sekali melamun, terdiam, dan menyendiri.
          Kenapa? Seharusnya dia kan bahagia? Pasti ada sesuatu yang ditutupin Rio. Gue harus nyari tau kenapa ia agak beda. Pikir Cakka.
          “Rio...” panggilku. Tetapi Rio tetap diam.
          “RIOOO...” teriaku sambil melambaikan tangan didepan matanya.
          “AAAAA... huft.. huft.. ngomongnya gak bisa lebih kenceng apa? kaget tau..” rio tersadar dari lamunannya sambil mengusap dadanya karna kaget.
          “io, lu kenapa? Gue perhatiin dari kemarin lu ngelamun aja?”
          “Hah?! Masa sih? Perasaan lo aja kali.. gue gak apa-apa kok. Suer!!” Sikap Rio menjadi semakin aneh dan tak wajar.
          “Lo gak ada masalah kan sama Sivia?” gue semakin menatap Rio serius.
          “Eng? Enggak kok... beneran!!”
          Gue menatap mata Rio dalam-dalam. Gue bisa ngerasain ada suatu kebohongan disana. Ada rahasia besar yang selama ini ia tutupin. Tapi apa? gue mencoba berpikir keras. Menebak, apa yang menjadi masalah yang telah menyita waktu sahabatku ini. Tapi Rio tetap diam. dan tak menceritakan apapun padaku.
          “Yaudah deh io. Kalo lo belum siap cerita, gapapa. Tapi kalo lo ada apa-apa, telfon aja gue. gue pulang dulu ya...” gue pun mengambil jaket, kunci motor, dan gitar kesayanganku itu pulang kerumah.
          “Iya. Ati-ati ya Ka!!”

          Rio terus memperhatikan Cakka, sampai cakka tak terlihat lagi diujung jalan. Ia menundukan kepalanya murung. Lalu duduk dishofanya yang nyaman dan empuk.
          Ia membuka laci didekat shofanya. Mengambil sebuah obat. Dan menenggak beberapa butir dengan meminum segelas air putih. Rio termenung. Memegang kepalanya, lalu beralih mengambil sebuah bingkai yang memampang foto dirinya dan Sivia disana. Wajahnya semakin gelisah. Lalu mengembalikan lagi bingkai itu ketempatnya semula. Dan tak sengaja menemukan satu buku aneh. Yang ia rasa asing baginya.
          “Hmm.. ini buku apa?” perlahan, Rio membuka lembar demi lembar dan mulai membaca.
          Dan tiba-tiba saja mata Rio terbelalak menatap setiap lembaran buku itu. Matanya semakin membulat dengan perasaan terguncang “a.. a.. apa?!” getir Rio, kaget. dan tak sengaja memecahkan gelasnya.

*****
           Aku pulang, tapi aku tidak akan langsung kerumah. Aku masih penasaran dengan masalah Rio. Maka itu, aku memutuskan untuk pergi kerumah Sivia.
          TOKK.. TOKK.. TOKK...
          “Assalamuallaikum...” salamku.
          “Wassalamuallaikum.. Rio, kamu dateng?? Aku kangen banget sama kamu, Sayang!!” pekik Sivia hendak memelukku dan menyangka kalo aku ini Rio.
          Aku menahan pelukannya dan kemudian berkata “Sivia, aku bukan Rio! Ini aku, Cakka...”
          Sivia meraba wajahku. Lalu tertunduk murung. Ia menangis dihadapanku. Belum pernah aku melihat Sivia nampak sesedih ini. Sebenarnya apa yang terjadi???
          “Kamu kenapa Siv? Kenapa kamu nangis?”
          Aku mengenggam tangannya. Berusaha menahannya untuk tidak terjatuh karena kesedihannya itu. ia tetap menunduk dengan airmata yang kian menetes.
          “Kenapa Siv? Ayo cerita sama aku? Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu dan Rio?”
          “Se.. Sebenernya.. Sebenernya, aku udah gak ketemu Rio 2 bulan!!”
          “2 BULAN??????” teriaku kaget.
          Sivia mengangguk kemudian melanjutkan ceritanya “Akhir-akhir ini dia aneh banget.. setiap aku nanya sesuatu atau ngobrol sama dia. dia suka diem atau bahkan gak dengerin omongan aku. Aku udah telfon dia berkali-kali, tapi dia selalu gak ngangkat telfonnya. Aku gak bisa ngehubungin dia. apalagi dengan kebutaan aku ini, aku gak mungkin bisa datengin rumahnya. Aku gak apal jalannya.” getir Sivia dengan isak tangisnya.
          “Kamu inget gak, kapan terakhir kali dia bersikap wajar. Atau baik sama kamu?”
          “itu 3 bulan yang lalu. Waktu kita foto-foto ditaman sambil jalan bareng...

[Flashback]
          “Sayang, coba aja aku bisa ngelihat.. aku pasti jadi wanita yang paling bahagia didunia ini. Aku bisa ngelihat indahnya dunia.. bisa ngeliat wajah kamu. Bisa ngeliat foto kita!” ucap Sivia dengan riangnya.
          “iya sayang... Aku janji deh, sama kamu... aku bakal nyari donor mata yang cocok buat kamu. Jadi, suatu saat nanti, kamu bisa ngeliat aku, Cakka, dan juga yang lainnya.” Rio tersenyum manis dengan tatapan iba.
          “Makasih banget ya sayang!” aku berlari memeluknya.
          Kemudian kami berfoto bersama. Meski tak dapat melihat hasil fotonya, tetapi aku merasa bahagia. Karna aku selalu bisa bersamanya. Tetapi, saat aku mengajaknya ketempat lain...
          “Sayang.. kita cari tempat duduk yuk!!”
          Tetapi tak ada jawaban dari Rio. Entah, Rio sedang apa? ia hanya terdiam. Dan...
          SREEETTT...
          Aku mendengar suara rumput itu seakan tertimpa sesuatu. Aku merasa Rio terjatuh, saat itu.
         “Rio.. Rio.. kamu gapapa kan?” aku sangat panik mencari dan meraba-raba Rio ada dimana?
         Tetapi sesuatu memegang pundaku dari belakang. dan ternyata itu Rio.
         “aku gapapa kok. Tadi handphone aku jatuh. Ayo, kita ketempat duduk disana!!”
         Aku merasa ada yang aneh disitu.
[Flashback off]

         “Semenjak itu Rio berubah! Cakka, aku kangen banget sama dia!! aku pengen ketemu dia...!!! Tolong bantu akuuuu... :’(” Sivia menangis, berlutut, dan memohon padaku.
          Aku jadi ikut terduduk. Mengimbangi tubuh Sivia yang tengah berlutut dihadapanku. Aku tak kuat melihatnya seperti itu! Jujur, airmataku turut mengalir. Aku sakit melihatnya terpuruk seperti ini. Tetapi untungnya, ia tak bisa melihat airmataku. Aku jadi bisa menangis sepuasnya... batin Cakka.
          “Kenapa kamu gak bilang atau telfon aku? Aku pasti bakal bantuin kamu, Siv. Sekarang ayo.. kita temuin Rio!!”
          Aku mengantarkan Sivia kerumah Rio, dan memacu motorku dengan kencangnya.

***
          Pintu rumah Rio terbuka. Ini benar-benar tidak wajar. Tetapi aku merahasiakan hal itu pada Sivia karna takut, membuatnya tambah khawatir.
          Aku memasuki rumah itu. dan betapa terkejutnya, melihat pecahan gelas berserakan dimana-mana.
          “Astaghfirullah Allazim...” aku ber-istighfar dengan mata terbelalak penuh kejut.
          “Kenapa Ka? Rio kenapa?” Sivia panik dan menggoyang-goyangkan tanganku penasaran.
          “Kamu tunggu disini ya Siv!!”
          Aku mencari Rio diseluruh sudut ruangan sampai kamarnya. Tapi Rio tidak dapat kutemui. Dan kebetulan, orang tua Rio sedang pergi keluar negeri. Dan pembantu Rio kebetulan sedang cuti. Jadi rumah Rio benar-benar kosong. Tetapi, kenapa pintu rumah Rio terbuka? Kenapa ada pecahan gelas disini?
          “Gimana, Cakka? Ada apa?”
          “A..a..ada gelas pecah disini!!” aku tergagap dengan perasaan tak enak mengatakan hal ini pada Sivia.
          “terus Rionya kemana?”
          “Ri..rio... Rio gak ada disini Siv!!” aku tertunduk dengan rasa penyesalan.
          Airmata Sivia semakin deras mengalir mengiringi isak tangisnya. Tetapi, tak sengaja aku menemukan sesuatu diatas meja dekat shofa. Aku mengambil sebuah buku, dan mengamatinya lekat-lekat.
          “itu kan??? Itu kan buku diaryku???” pekikku, dalam hati.
          “Cakka? Sivia? Kalian ngapain ada disini?” tiba-tiba suara Rio terdengar dari arah belakang. ternyata ia sudah berdiri didepan rumahnya.
          “Rio??” Sivia langsung berlari memeluknya, erat. Seakan tak ingin melepaskan Rio dari dekapannya. Seakan ia tak ingin kehilangan sosok yang dicintainya.
          Hatiku memang sakit. Tetapi aku bahagia melihat mereka bahagia... :’)
          Disaat Sivia masih mendekapnya, Rio menatap mataku dalam-dalam. Kami saling bertatap. Rio seperti ingin menyampaikan sesuatu padaku. Suatu rasa dan rahasia yang selama ini ia pendam.
          “Sayang, maafin aku ya.. belakangan ini aku sibuk, jadi gak bisa nemuin dan ngangkat telfon kamu!!” kata Rio.
          “iya sayang. Yang penting sekarang, aku udah bisa ketemu kamu aja, aku udah bahagia banget!!”
          Rio melepaskan pelukannya. Lalu, tersenyum padaku.
          “io, itu kok gelas lu pe....”
          “itu gue gak sengaja ngejatuhin gelas. Lo tenang aja ya...” ucap Rio menyelak pembicaraan.
          “trus, lu kenapa ada diluar?”
          “gue Cuma lagi nyari angin aja.. oh ya, Sivia. Aku punya kabar baik buat kamu!!”
          “Apa?” ucap Sivia sambil mengusap airmatanya.
          Rio membantu Sivia mengusap airmatanya. Memegang kedua pipinya dan berkata “aku udah dapet donor mata yang cocok buat kamu!! Seminggu lagi, kamu bisa ngeliat, sayang!!” Rio tersenyum sambil menangis haru.
           “be.. bener? Makasih Sayang... makasih banget... :’)” Sivia kembali mendekap Rio.
           “Setelah kamu bisa liat nanti, kamu jangan nangis lagi ya... janji?!”
           “Janji!!” Sivia mengacungkan kelingkingnya dan tersenyum pada Rio.
           Mereka mengaitkan kelingking mereka masing-masing, sebagai tanda perjanjian mereka.
           “Ka, kita udah gapapa kok.. lu bisa nganterin Sivia pulang sekarang!!”
           “i.. iya io!!”
          Aku pun mengantarkan Sivia pulang kerumahnya. Entah mengapa, aku merasa ada kejanggalan disini. Hatiku merasa ada sesuatu yang masih ditutupi Rio. Tetapi apa??

*****
          Hari itu tepat sehari sebelum operasi mata Sivia. Aku merasa handphoneku bergetar, pertanda SMS masuk. Dan ternyata itu Rio.
          “Cakka, bisa gak sekarang temuin gue di taman biasa kita ngumpul? Gue mohon lo tolong kesana ya!!
          Aku tak bertanya apapun lagi. Mungkin disana, Rio akan menceritakan sesuatu padaku. Aku kembali memacu motorku. Dan pergi ke tempat yang Rio minta.

          Aku sudah menemukan Rio berdiri diantara taman dan tepi danau. Ia terlihat begitu santai.
          “Riooo...” sapaku sembari menepuk pundaknya.
          “Eh, cakka. Thanks ya udah luangin waktu lo buat kesini..”
          “iya. Eh, sebenernya ada apa sih? Tiba-tiba manggil gue kesini?”
          Rio masih santai memandangi pemandangan danau yang masih jernih itu. ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting kepadaku.
          “Cakka, gue boleh ngomong sesuatu gak sama lu?” tanya Rio beralih menatapku.
          “Boleh, emang ada apa?”
          “Gue mau minta maaf sama lu.. selama ini gue egois! Gak bisa ngertiin perasaan lu! Maafin gue Ka, maafin gueee...!!!” rintih Rio.
          Ia menundukan kepalanya, geram. Seperti sedang menahan airmata. Menahan semua beban yang kini dipikulnya. Kenapa? Apa Rio udah tau, kalau aku sebenernya menyukai Sivia?
          “Cakka, gue punya 1 permintaan buat lo!!”
          “Apa itu?”
          “lu tau kan, segala sesuatu didunia ini gak ada yang abadi? gue gak bisa terus-terusan ngejagain dia!! gue teramat sangat menyayangi sivia.. dan gue yakin, perasaan gue ini sama kaya lo!!”
          Ternyata Rio benar-benar udah tau semuanya. Apa dia begini karna aku? Apa dia terpuruk karna aku? Batin Cakka dalam hati.
          “emm.. maksudnya?” tanyaku berpura-pura tidak mengerti.
          “Cakka, gue mohon sama lo.. kalo suatu saat nanti gue gak bisa ngejagain Sivia lagi, gue titip Sivia ya!! karna Cuma lu yang bisa menyayangi dia, lebih dari gue!! dan gue percayain Sivia sama lo..!! gue pengen ngeliat kalian berdua bahagia...” Jelas Rio dengan mata berbinar-binar.
          Aku masih tidak mengerti dengan perkataan Rio. Tapi Rio terus menatapku dengan tatapannya yang membulat dan berbinar. Dia benar-benar memohon padaku.
          “i..iya, io.. gue janji bakal ngejagain Sivia.” Kataku tergagap melihat ekspresi serius Rio.
          Rio kembali menghela nafasnya panjang. Menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya. “kalo begini, gue semakin tenang jadinya...” Rio beralih menatap danau jernih dengan pemandangan nan indah itu. benar-benar ada sesuatu yang aneh dengan Rio.
          “Rio, lu gapapa kan?” kali ini aku serius menatap Rio.
          “gapapa kok.. emang ada yang aneh ya dari gue? gue Cuma ngerasa lega aja.. oh ya, disitu ada tukang es krim tuh!! Mau gue beliin gak? Gue traktir deh!!”
          Dengan semangatnya Rio berlari menemui tukang es krim itu. dan membeli 2 batang magnum nan lezat untuk kami berdua. Kami pun menyantap es krim itu dengan nikmatnya. Aku masih berpikir keras. Sementara Rio terlihat tersenyum miris menatap kearah danau dan kearahku.
          “Udah lama kita gak ngumpul sambil ngobrol kaya gini, Ka. Gue kangen banget masa-masa ini..” Rio kembali tersenyum padaku.
          “Iya, io.. udah lama banget kita gak kaya gini...” aku hanya tersenyum melahap sisa es krim yang terpampang dibatangnya sambil menikmati sore hari yang indah ini...

*****
          Hari ini adalah hari operasi mata Sivia. Padahal jam operasinya pagi ini, tapi aku malah telat datang kerumah sakit. Aku pun mandi, bersiap-siap, dan pergi kerumah sakit dengan segera. Dan ternyata benar saja. Operasi mata Sivia sudah dimulai...
          Tak ada yang bisa kulakukan. Yang bisa kulakukan, hanya menunggu, dan menunggu... aku juga tidak menemukan Rio ada disini. Dimana dia???

Beberapa jam kemudian...
          Operasi mata Sivia sudah selesai. Aku bergegas melihat keadaan Sivia yang perban matanya hendak dibuka. Inilah saat yang paling mendebarkan. Apakah hasil operasi Sivia berhasil atau tidak? Aku melihat kesana-kemari, sosok Rio tak dapat kutemui. Tapi aku harus menjaga Sivia dulu. Mungkin, sebentar lagi ia akan datang kesini...
          Perlahan, dokter membuka perban dari mata Sivia, tahap demi setahap.
          “Sivia, coba sekarang kamu buka mata kamu!!” pinta dokter.
          Sivia pun membuka matanya. Dan ternyata...... BERHASIL!!! Donor mata ini bener-bener cocok buat Sivia!! Kini, sivia dapat melihat warna. Dapat melihat indahnya dunia!!!

          “A.. aku.. aku bisa ngeliat!! Akhirnya aku bisa melihat...!!!” Sivia bersorak gembira. Aku pun turut senang dengan kebahagiaan Sivia.
          “Alhamdulillah Siv. Aku seneng kamu sekarang udah bisa ngeliat!!” aku tersenyum memandangnya.
          “Dari suaranya, kamu pasti Cakka ya?” tebak Sivia.
          “Yap, betul banget!”
          “Emm.. Rionya mana?”
          “Rio? Uhh... Rio...” aku bingung harus berkata apa?
          “Sekarang dia dimana Ka?” Sivia semakin serius menatapku.
          “Aku gak tau sekarang dia dimana? Gimana kalo kita cari ke rumahnya? Sekalian ngasih kejutan buat dia!!”
          “Boleh.. boleh.. ayo kita kesana!!” dengan semangatnya, Sivia menarikku ke luar rumah sakit. Dan akhirnya kami pergi kerumah Rio.

          Ku lihat pembantu dan satpam Rio sudah kembali bekerja. Aku pun bertanya kepada mereka tentang keberadaan Rio.
          “Bi sumi, pak asep, liat Rio gak?” tanyaku pada pembantu dan satpam setia yang sudah mengabdi dirumah Rio sewaktu kami masih kecil.
          “Emm.. anu mas Cakka.. duh gimana nih pak asep?” bisik bi sumi sambil menyikut pak asep.
          “Udah Mi, kasih tau aja..” kata pak asep meyakinkan.
          “Emm.. gini mas Cakka. Nyonya sama tuan kemarin baru pulang dari luar negeri. Sekarang lagi pergi ke pemakaman.”
          “Hah? Emang siapa yang meninggal, bi?” tanya Sivia.
          “Mending kalian kesana dulu, neng!! Soalnya nyonya sama tuan udah berangkat daritadi. Mas Rio juga ada disana kok!” tambah Pak Asep.
          “yaudeh deh, bi sumi, pak asep, kita pergi dulu ya..” kataku melanjutkan perjalanan.
          Pak Asep dan Bi sumi hanya menatap kami dengan tatapan yang miris.

*****
          Sesampainya disana, pemakaman sudah sepi. Hanya ada mama dan papa Rio yang sedang berdiri disebuah kuburan yang masih basah.
          “Om, tante, ngapain disini?” tanyaku heran.
          “Siapa yang meninggal, tante?” tanya Sivia.
          “Sivia, Cakka, kami emang udah nunggu kalian disini. Rio yakin, pasti kalian akan kesini!! Sebelum Rio pergi, ia nitipin surat ini buat kalian. Khususnya buat kamu Sivia...” getir mama Rio menahan tangis. Lalu pergi untuk pulang.
          Kami tertegun. Dan saling menatap tidak percaya. Apakah kuburan ini... apa kuburan ini makam Rio???
          Kami membuka surat itu dan membacanya bersama...

Untuk Sahabat sejatiku, Cakka...
Dan orang yang paling aku cintai, Sivia...

Sebelumnya maaf udah gak terus terang sama kalian..
Maaf juga udah lancang baca buku diary lo, cakka!
Tapi dari situ gue sadar.. gue salah...
Dan dari situ pula gue lega...
Karena akhirnya gue bisa nitipin Sivia ke orang yang tepat!

Tau gak, setiap detik hari-hari yang kulewatin bersama kalian,
Itu anugerah yang gak bisa aku utarakan dalam kata-kata...
Dan aku terus mengenang hari-hari kebahagiaan kita
 sampai akhirnya aku bernafas, untuk yang terakhir kali!

Maaf Sivia, aku gak bisa terus nemenin kamu..
Karna aku harus pergi...
Jujur, aku sayang banget sama kamu!!
Kamu harus percaya itu!
Tapi Cakka cowok yang paling tepat buat kamu!
Dia bisa lebih baik dari aku!
Dia lebih bisa menyayangi kamu daripada aku!
Aku mohon, aku pengen ngeliat kalian bahagia..
Meski aku Cuma bisa liat kalian dari atas surga...
Aku bahagia...

Dan perlu kamu tau, Sivia...
Hidup aku emang udah gak lama lagi!
Kanker otak ini udah bisa melumpuhkan aku!
Aku udah gak bisa bertahan lebih lama lagi!

Maka itu, aku memutuskan untuk mendonorkan mata aku
Yang kebetulan cocok sama kamu!
Anggap aja ini hadiah terakhir aku untuk kamu!
Jadi, walaupun aku gak ada disamping kamu,
Karena dengan aku mendonorkan mataku ini,
Aku selalu bisa ngeliat apa yang kamu lihat!
Aku bisa liat kamu bahagia...
Dan dengan aku mendonorkan mata aku ini,
AKU MENCINTAIMU...

          Sivia menangis histeris. Ia tersimpuh disamping batu nisan yang memampang nama Rio disana. airmataku turut mengalir. Menyaksikan pengorbanan suci Rio untuk Sivia.
          Rio juga menaruh fotonya bersama Sivia bersama surat itu. dan sivia hanya dapat memandangi foto rio saat bersamanya. Ya, hanya dapat melihat fotonya yang datar dan dingin. Sivia tak akan mungkin dapat mendekapnya lagi.

*****
7 tahun kemudian...
          Makasih Rio. Ini adalah hadiah terakhir paling indah yang pernah lu kasih ke gue! sekarang aku dan Sivia sudah menikah dengan dikaruniai seorang bayi mungil yang lucu. Aku tau kamu bisa melihat semua kebahagiaan ini, Rio...
          Andai lu masih ada disini, lu pasti juga bahagia, io. Melihat bayi tampan dengan mata berbinar bening yang khas. Seperti kamu! Dan ku andaikan itu, kamu, io! Karena itu, aku namakan anak ini, “RIO”!

3 Comment:

  1. great! feel cerpen ini bagus banget lho, apa lagi couplenya Cakvia. bikin yang couplenya Cakvia lagi ya, atau Zahiel

    BalasHapus
  2. Jiaghh Pelit Banget Yang Punya Blog, Masa Kagak Boleh COpast :D
    hahaha :D

    by : www.vanila-blogs.co.nr

    BalasHapus
  3. Sastraku@ makasih ya udah mau mampir :D cerpen ini kubuat dah lama banget. padahal menurutku feel + pembawaan cerpen ini masih kurang maksimal ._. tapi makasih ya udah komen, lain kali aku bakal buat yg lebih baik lagi! ^^

    Ak Harist@ haha gak boleh dong :p pokoknya yang baca + ngasih kritik & saran saya doain masuk surga (y) yang copas saya doain masuk angin siah + masuk abri sekalian (?) haha :D

    BalasHapus

© Rasiva's Blog, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena